Kamis, 09 Juni 2011

Asal Mula Alam Semesta Menurut Al-Quran


Asal Mula Alam Semesta Menurut Al-Quran
Asal mula alam semesta digambarkan dalam Al Qur’an pada ayat berikut: “Dialah pencipta
 langit dan bumi.” (Al Qur’an, 6:101). Keterangan yang diberikan Al Qur’an ini bersesuaian
 penuh dengan penemuan ilmu pengetahuan masa kini. Kesimpulan yang didapat astrofisika
 saat ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta, beserta dimensi materi dan waktu, muncul
 menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang tejadi dalam sekejap.

Peristiwa ini, yang dikenal dengan “Big Bang“, membentuk keseluruhan alam semesta sekitar
 15 milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu
 titik tunggal. Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan satu-satunya
 penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai asal mula alam semesta dan
 bagaimana alam semesta muncul menjadi ada.
Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana materi,
 energi, bahkan waktu belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara metafisik,
 terciptalah materi, energi, dan waktu.Fakta ini, yang baru saja ditemukan ahli fisika modern,
diberitakan kepada kita dalam Al Qur’an 1.400 tahun lalu.
Sensor sangat peka pada satelit ruang angkasa COBE yang diluncurkan NASA pada tahun 1992
 berhasil menangkap sisa-sisa radiasi ledakan Big Bang. Penemuan ini merupakan bukti terjadinya
 peristiwa Big Bang, yang merupakan penjelasan ilmiah bagi fakta bahwa alam semesta
 diciptakan dari ketiadaan.
Mengembangnya Alam Semesta
Dalam Al Qur’an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang,
 mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:
Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar
 meluaskannya.” (Al Qur’an, 51:47)
Kata “langit”, sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam
 Al Qur’an dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut
 digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Qur’an dikatakan bahwa alam semesta
 “mengalami perluasan atau mengembang”. Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu
 pengetahuan masa kini.
Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu
 pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala
 tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan
 teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan,
 dan ia terus-menerus “mengembang”.
Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia,
 George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta
senantiasa bergerak dan mengembang.
Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika
 mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan
 bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta,
 di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam
 semesta tersebut terus-menerus “mengembang”. Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun
 berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang. Kenyataan ini
dalam Al Qur’an pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Ini dikarenakan Al Qur’an adalah
 firman Allah, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam semesta.
Pemisahan Langit Dan Bumi
Satu ayat lagi tentang penciptaan langit adalah sebagaimana berikut:
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu 
keduanya dahulu adalahsuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.
 Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada 
juga beriman?” (Al Qur’an, 21:30)
Kata “ratq” yang di sini diterjemahkan sebagai “suatu yang padu” digunakan untuk merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk suatu kesatuan. Ungkapan “Kami pisahkan antara keduanya” adalah
 terjemahan kata Arab “fataqa”, dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalu
i peristiwa pemisahan atau pemecahan struktur dari “ratq”. Perkecambahan biji dan
 munculnya tunas dari dalam tanah adalah salah satu peristiwa yang diungkapkan dengan
 menggunakan kata ini.
Marilah kita kaji ayat ini kembali berdasarkan pengetahuan ini. Dalam ayat tersebut, langit dan
 bumi adalah subyek dari kata sifat “fatq“. Keduanya lalu terpisah (“fataqa“) satu sama lain.
 Menariknya, ketika mengingat kembali tahap-tahap awal peristiwa Big Bang, kita pahami
 bahwa satu titik tunggal berisi seluruh materi di alam semesta. Dengan kata lain, segala
sesuatu, termasuk “langit dan bumi” yang saat itu belumlah diciptakan, juga terkandung
dalam titik tunggal yang masih berada pada keadaan “ratq” ini. Titik tunggal ini meledak
 sangat dahsyat, sehingga menyebabkan materi-materi yang dikandungnya untuk
 “fataqa” (terpisah), dan dalam rangkaian peristiwa tersebut, bangunan dan tatanan
 keseluruhan alam semesta terbentuk.
Ketika kita bandingkan penjelasan ayat tersebut dengan berbagai penemuan ilmiah,
 akan kita pahami bahwa keduanya benar-benar bersesuaian satu sama lain. Yang
sungguh menarik lagi, penemuan-penemuan ini belumlah terjadi sebelum abad ke-20.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Audio da'wah